Seiring tingginya pembukaan lahan untuk pembangunan perumahan-perumahan baru, banyak perusahaan-perusahaan jasa konstruksi yang bermunculan. Melihat tingginya keuntungan yang bisa didapatkan sekali menangani proyek, banyak pengusaha-pengusaha yang mulai melirik dan berinvestasi di bisnis jasa konstruksi.Sebagai bagian dari dunia usaha, jasa konstruksi juga tidak luput dari kewajiban pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Ayat 2. Yang menjadi wajib pajak adalah penghasilan yang didapatkan dari usaha jasa konstruksi. Pajak yang dikenakan bersifat final. Sedangkan subjek pajaknya adalah kontraktor atau pengusaha jasa konstruksi.Lebih lanjut lagi, dalam peraturan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Nomor 11 Tahun 2006, pajak penghasilan jasa konstruksi berlaku bagi perusahaan yang sudah maupun memiliki sertifikasi dan kualifikasi.Payung hukum yang menaungi aturan PPh usaha jasa konstruksi adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2008, yang kemudian telah diubah dengan PP Nomor 40 tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi.
Jenis-Jenis Usaha Jasa Konstruksi
Berdasarkan PP 51 Tahun 2008, jasa konstruksi merupakan sebuah layanan jasa mulai dari konsultasi perencanaan pelaksanaan konstruksi, layanan jsa eksekusi pekerjaan konstruksi, serta layanan jasa konsultansi pengawasan terhadap pekerjaan konstruksi.Berdasarkan pengertian tersebut, serta kategorisasi yang ada dalam PPh Final Pasal 4 Ayat 2, usaha jasa konstruksi dapat dibagi menjadi 3 jenis yaitu (1) persiapan konsultasi perencanaan, (2) pelaksanaan kegiatan konstruksi, dan (3) controlling kegiatan konstruksi.Tarif yang dipatok pengusaha jasa konstruksi disebut sebagai nilai kontrak konstruksi. Nilai kontrak akan sangat tergantung dengan jenis jasa konstruksi yang diberikan, apakah perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, atau gabungan lebih dari satu layanan. Nilai kontrak inilah yang nantinya dikenakan PPh jasa konstruksi dengan ketentuan sesuai dengan yang tertulis pada PP No 5 Tahun 2008.Tarif PPh Final Jasa Konstruksi
Besaran tarif PPh Final jasa konstruksi diatur dalam Pasal 4 Ayat 2 Undang-Undang PPh dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2008. Besaran tarif yang dikenakan berbeda-beda antar satu perusahaan jasa konstruksi dengan perusahaan lainnya, tergantung klasifikasi usaha, kualifikasi besar-kecilnya perusahaan, serta kepemilikan dan masa berlaku Sertifikat Badan Usaha (SBU) yang dimiliki wajib pajak.Besar tarif pajak yang dikenakan kepada pengusaha jasa konstruksi bisa dibedakan menjadi dua, yaitu usaha jasa konstruksi yang memiliki klasifikasi usaha dan yang tidak memiliki klasifikasi usaha. Berikut detail nilainya:- Tarif pajak perusahaan jasa konstruksi yang memiliki Sertifikat Badan Usaha (SBU):
- Tarif pajak perusahaan jasa konstruksi yang tidak memiliki Sertifikat Badan Usaha (SBU)
Sebab tidak dimilikinya SBU bisa dikarenakan sudah tidak berlaku, alpa atau lalai melakukan registrasi ulang. Untuk perusahaan dengan konteks ini, sandaran hukum besarnya tarif PPh yang dikenakan dipengaruhi oleh bentuk dan kepemilikan badan usaha. Bila pengusaha jasa konstruksi berbentuk perusahaan atau badan, maka tarif PPh didasarkan pada PPh Pasal 23 . Sedangkan bila pengusaha jasa konstruksi merupakan milik perseorangan, maka peraturan yang digunakan adalah PPh Pasal 21 . Besarannya adalah sebagai berikut:
Klasifikasi Perusahaan Jasa Pelaksana Konstruksi
Klasifikasi skala besar-kecilnya jasa pelaksana konstruksi dihitung berdasarkan tingkat kemampuan kontraktor dalam menjalankan proyek konstruksi. Hal tersebut diatur dalam Peraturan LPJK Nomor 11 Tahun 2006, dimana dijabarkan sebagai berikut: