Salah satu jenis pajak yang bersifat kebendaan adalah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Kebendaan dalam hal ini berarti jumlah besaran pajak yang terutang bergantung pada kondisi objek, yaitu bumi dan/atau bangunan.Secara definisi, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah bentuk pungutan atas bangunan dan tanah. Pajak ini muncul karena ada keuntungan dan/atau mempertimbangkan kedudukan sosial ekonomi bagi badan atau individu yang memiliki hak atasnya.Dalam kaitannya dengan hal ini, orang yang memperoleh manfaat dari tanah dan/atau bangunan juga akan dikenai pungutan pajak.
Mengenal Contoh Pajak Bumi dan Bangunan
Besaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merujuk pada kondisi objek, bukan subjek. Contoh objek yang berupa bumi adalah:- Bumi
- Kebun
- Pekarangan
- Tanah
- Sawah
- Ladang
- Tambang
Sementara contoh objek yang berupa bangunan, di antaranya:
- Bangunan usaha
- Gedung bertingkat
- Pagar mewah
- Rumah tinggal
- Pusat perbelanjaan
- Jalan tol
- Kolam renang
Selain objek di atas, subjek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bisa berupa badan maupun orang pribadi yang memiliki beberapa hal seperti:
- Memiliki bangunan
- Menguasai bangunan
- Mempunyai hak atas bumi
- Memperoleh manfaat atas bumi
- Memperoleh manfaat atas bangunan
Ketentuan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Tidak semua objek berupa bumi dan/atau bangunan bisa dikenai pajak. Ada kalanya, objek pajak bebas dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Tentunya, untuk bisa dinyatakan bebas pajak ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi.Lebih jauh lagi, kriteria ini tercantum dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 yang membahas tentang Pajak Bumi dan Bangunan. Apa saja kriteria itu?- Bumi dan/atau bangunan untuk peninggalan purbakala, kuburan, atau sejenisnya
- Digunakan hanya untuk kepentingan umum, utamanya di bidang sosial, ibadah, pendidikan, kesehatan, dan kebudayaan nasional sehingga tidak digunakan untuk mendapat keuntungan
- Suaka alam, taman nasional, hutan lindung, hutan wisata, atau tanah penggembalaan milik suatu desa, serta tanah negara yang belum dibebani hak apapun
- Objek pajak yang dipakai oleh perwakilan diplomatik atau konsulat dengan asas timbal balik
- Objek pajak yang digunakan oleh perwakilan dari organisasi atau badan internasional, yang ditentukan oleh Menteri Keuangan
Untuk menentukan besaran pungutan atas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dasarnya adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994. Sebelumnya, besaran pungutan ini diatur dalam Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 terkait Pajak dan Retribusi Daerah diberlakukan. Artinya, kewenangan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) untuk Sektor Pedesaan dan Perkotaan (P2) diserahkan ke pemerintah di tingkat kabupaten/kota.Sementara Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang berkaitan dengan sektor Pertambangan, Perhutanan, dan Perkebunan (P3) berada di bawah wewenang pemerintah pusat. Semuanya diatur oleh Direktorat Jenderal Pajak atau DJP. Besaran tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah sebesar 0,5%.
Penetapan Nilai Jual Objek Pajak
Dasar dari pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) disebut dengan Nilai Jual Objek Pajak atau NJOP. Ini merupakan harga pasar atau harga rata-rata transaksi jual beli tanah. Objek pajaknya adalah bumi dan bangunan.Penetapan Nilai Jual Objek Pajak berdasarkan sejumlah hal, seperti:- NJOP bangunan, ditetapkan berdasarkan:
- Rekayasa
- Bahan yang digunakan pada bangunan
- Kondisi lingkungan
- Letak
- NJOP bumi, ditetapkan berdasarkan:
- Letak
- Kondisi lingkungan
- Peruntukan
- Pemanfaatan
Ketika tidak ada transaksi jual beli, dasar penetapan Nilai Jual Objek Pajak akan ditentukan oleh beberapa parameter, di antaranya:
- Nilai perolehan baru
Penetapan NJOP dengan menghitung biaya sebelumnya yang telah dikeluarkan untuk mendapatkan objek pajak. Nilai ini akan dikurangi penyusutan yang telah terjadi, contohnya penyusutan pada kondisi fisik objek pajak.
- Nilai jual pengganti
Penetapan NJOP mengacu pada hasil produk objek pajak. Artinya, nilai jualnya berdasarkan pada keluaran yang dihasilkan oleh objek pajak.
- Perbandingan harga dengan objek lain
Objek lain yang dimaksud dalam hal ini adalah objek sejenis dengan jarak tidak terlalu jauh, terutama yang memiliki fungsi serupa. Apabila objek lain sudah diketahui nilai jualnya, bisa menjadi gambaran yang paling mendekati NJOP.